ULUHIYYAH DAN RUBUBIYYAH [/font">Suatu Kerapuhan Aqidah Uluhiyyah dan Rububiyyah Ciptaan Ibnu Taimiyah Pembahagian tauhid kepada dua iaitu tauhid uluhiyyah dan tauhid rububiyyah telah dicipta dan dipelopori oleh Ibnu Taimiyyah Al Harrani (wafat 728H). Pembahagian
seperti ini boleh mengelirukan terutamanya orang awam yang kurang
mendalami ilmu. Kegelincirin Dari Landasan Ahlus Sunnah Wal Jamaah.Tidak
pernah disebut di dalam sunnah nabawiyah bahawa tauhid itu terbahagi
kepada uluhiyyah dan rububiyyah. Dan bahawa mereka yang tidak mengerti
tauhid uluhiyyah adalah yang mengetahui tauhid rububiyyah sebagaimana
yang diketahui oleh golongan musyrikin. Perkara ini tidak pernah disebut
langsung oleh mana-mana sahabat, tabi`in mahupun atba` tabi`in
termasuklah Imam Ahmad bin Hanbal sebagai mana yang didakwa oleh Ibnu
Taimiyah. Malah tidak terdapat juga di dalam karya-karya murid-muridnya
yang terkenal, Ibnu Al Jauzi dan Al Hafiz Ibnu Kathir.
Mari kita lihat kesesatan faham rububiyah-uluhiyah wahabi :
1. Orang kafir dianggap beriman dengan tauhid rububiyah
Hujjah Ahlusunnah atas kesesatan tersebut diatas :
AJARAN
SESAT WAHABI PERTAMA. Puak Wahabi melarang orang belajar tentang sifat
20 pada hal ini dianjurkakn oleh Ahlussunnah wal Jamaah. Ini jelas dapat
dilihat di negara Arab Saudi. Mereka menciptakan suatu pengajian tauhid
secara baru yang tidak ada sejak dahulu, baik pada zaman nabi SAW atau
pada zaman Sahabat baginda.Pengajian baru itu mereka namakan dengan
“Tauhid Rububiyah dan Tauhid Uluhiyah”. Tauhid ini ada 2 jenis, kata
mereka iaitu:
1.
Tauhid Rububiyah iaitu tauhidnya orang kafir dan tauhidnya orang
musyrik yang menyembah berhala, atau dengan kata lainnya “Tauhid” orang
yang syirik.2. Tauhid Uluhiyah iaitu tauhidnya orang Mukmin, tauhidnya
orang Islam serupa iman dan Islamnya puak Wahabi. Mereka mengatakan
bahawa dalam Al Quran disebut begini: ” Katakanlah (Wahai Muhammad):
Kepunyaan siapakan langit dan bumi dan semua isinya kalau kamu
mengetahui? Mereka akan menjawab: Kepunyaan Allah. Katakanlah kepada
mereka: Mengapa kamu tidak mengambil perhatian?” ( Al Mukminun:84-85)
Dengan
ayat ini kaum Wahabi mengatakan bahawa orang kafir pun percaya kepada
adanya Tuhan tetapi imannya tidak sah kerana menyembah berhala disamping
pengakuannya kepada adanya Tuhan iaitu Allah. Dalil lain yang mereka
ajukan adalah: “Dan kalau engkau bertanya kepada mereka siapakah yang
menciptakan langit dan bumi dan menjadikan matahari dan bulan, mereka
akan menjawab: Allah. Maka: Bagaimana kamu berpaling daripada
kebenaran?” (Al Ankabut:61)
Jadi
kesimpulannya, orang Wahabi, orang kafir mengakui adanya Allah tetapi
mereka menyembah selain Allah. Jadi, kata mereka, ada orang yang
mengakui adanya Tuhan tetapi menyembah selain Tuhan adalah bertauhid
Rububiyah iaitu Tauhidnya orang yang mempersekutukan Allah. Adapun
Tauhid Uluhiyah ialah tauhid yang sebenar-benarnya iaitu mengesakan
Tuhan sehingga tidak ada yang disembah selain Allah. Demikian pengajian
Wahabi.Pengajian seperti ini tidak pernah ada sejak dahulu. hairan kita
melihat falsafahnya. Orang kafir yang mempersekutukan Tuhan digelar kaum
Tauhid. Adakah Sahabat-sahabat Nabi menamakan orang musyrik
sebagai ummat Tauhid? Tidak! Syirik dan Tauhid tidak mungkin bersatu.
Hal ini adalah 2 perkara yang berlawanan bagai siang dengan malam.
Mungkinkah bersatu siang dengan malam serentak?Begitulah juga tidak
adanya syirik dan tauhid bersatu dalam diri seseorang. Sama ada dia
Tauhid atau Musyrik. Tidak ada kedua-duanya sekali. Jelas ini adalah
ajaran sesat dan bidaah yang dipelopori oleh puak Wahabi & kini
telah merebak ke dalam pengajian Islam teruatamnya di Timur Tengah. Kaum
Wahabi yang sesat ini menciptakan pengajian baru dengan maksud untuk
menggolongkan manusia yang datang menziarahi makam Nabi di Madinah,
bertawasul dan amalan Ahlussunnah wal Jamaah yang lain sebagai orang
“kafir” yang bertauhid Rububiyah dan yang mengikuti mereka sahaja adalah
tergolong dalam Tauhid Uluhiyah. (email dari Sayyid Imran Assegraaf).
**************************************************************************************************************
wahai
wahabi itu adalah “perkataan orang-orang kafir” yang mana perkataan
mereka tidak sama seperti keyakinan didalam hati mereka dan perbuatan
mereka.Dan mereka sama sekali tidak termasuk kategori “ iman“ dari segi
manapun. Lihat definisi iman menurut ahlusunnah :
“iman
adalah menyakini Allah dalam hati yang diucapkan dengan lisan dan
diamalkan dengan perbuatan (kitab sulam taufiq)”. Maka penafsiran
ahlusunnah dalam ayat ini :
Kalau
kamu bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan mereka? Mereka
akan menjawab Allah.” “Dan kalau kamu bertanya kepada mereka siapakah
yang menciptakan langit dan bumi dan yang menundukkan matahari dan
bulan? Mereka akan mengatakan Allah.” (QS. Al Ankabut: 61) “Dan kalau
kamu bertanya kepada mereka siapakah yang menurunkan air dari langit
lalu menghidupkan bumi setelah matinya? Mereka akan menjawab Allah.”
(QS. Al Ankabut: 63)
Mereka (orang-orang kafir dalam ayat diatas) tidak digolongkan dalam “beriman”karena ini adalah hanya sekedar “ucapan” tapi
tidak ada keyakinan dalam hati dan tidak diamalkan dalam perbuatan.
Ahlusunnah menyimpulkan “orang yang menyakini tauhid dan bisa menjawab
pertanyaan munkar-nakir dalam kubur saja yang digolongkan telah “beriman”.
Ketahuilah wahai wahabi! Jika manusia mati dan dimasukan kedalam kubur maka akan ditanya oleh malaikat tiga perkara :
- Man rabbuka ? (Siapa Tuhan (Rabb) kamu?
Maka mukminin (orang2 yang beriman) akan menjawab : Allahu Rabbii (Allah adalah rabb (tuhan) kami!
Kenapa Allah tidak bertanya siapa ilah kamu ? (uluhiyah versi wahabi)
karena
tauhid itu adalah iman yang tidak bisa dibedakan /atau dipisah2kan
(rububiyah dan Uluhiyah)!, Seseorang yang beriman pada rubbubiyah pasti
juga beriman pada uluhiyah!.
Sedangkan aqidah sesat wahabi ini mengatakan : orang ini (orang kafir) beriman pada rububiyah tapi tidak beriman pada uluhiyah!
sungguh kesesatan tauhid yang nyata!
2.
Dalam menjelaskan makna Tauhid, Wahabi menafsirkan kalimat “laa ilaha
illallah ” tanpa menyertakan penafsiran kalimat “Muhammadarrasulullah”
Sehingga
akan mengkafirkan orang2 yang mukmin (yaqinnya hanya pada Allah) tapi
ia “bertawasul dengan nabi”, “bertabaruk dengan benda-benda peninggalan
nabi” dsb. (padahal tawasul dan tabaruk adalah sunah Para Nabi).
Hujjah ahlusunnah Dalam Perkara ini :
Dalam
penafsiran makna aqidah islam tidak boleh memisahkan antara kalimat
iman “laa ilaha illallah ” Dengan Kalimat Amal ““Muhammadarrasulullah”.
Maka
kenapa ahlusunnah dan nabi adam, nabi yusuf, shahabat nabi dan
shalafushalih bertawsul dan tabaruk ?Maka jawaban lisan kami dan
keyakinan hati kami menjawab :
“Kami
yakin bahwa Makhluq (selain Allah) tidak boleh yang memberi manfaat dan
mudharat, tapi hanya Allah yang memberi manfaat dan mudharat.
Kami bertwasul dan ber-tabaruk karena Perintah Allah dan sunnah Nabi Muhammad saw”
Untuk masalah ini kami jelaskan makna kalimat tauhid “Laa ilaha illallah - Muhammadarrasulullah” :
a) Maksud Kalimat iman “laa ilaha illallah “
Ketahuilah! Bahwa kalimat “laa ilaha illallah ” adalah kalimat”iman (dalam kenyakinan/i’tiqad dalam hati”
Makna
” Menyakini bahwa makhluq (selain Allah) tidak punya kuasa apapun!,
Hanya Allah yang punya kuasa (Hanya Allah yg dapat memberi manfaat dan
mudharat, Allah yang menciptakan, memelihara, memberi rizqi,
menghilangkan sakit, menurunkan hujan dsb.)”
Seperti : Makan tidak boleh memberi kenyang, tapi Allah yang memberi kenyang!
Minum tidak boleh menghilangkan haus, tapi Allah yang menghilangkan Haus!
inilah
maksud kalimat ini, sedangkan kenapa kita makan, minum dsb? Akan
dijelaskan dengan kalimat tauhid yang kedua “Muhammadarrasulullah”
b). Maksud kalimat amal “Muhammadarrasulullah”
Maka
Kalimat iman “laa ilaha illallah ” dalam iqrar al’ubudiyah (janji
penghambaan kita pada Allah /syahadat ) tidak boleh dipisahkan dengan
Kalimat amal yaitu “Muhammadarrasulullah”.
Maksudnya : Segala perbuatan yang akan membawa kejayaan didunia dan ahirat adalah hanya dengan mengikut sunah nabi Muhammad saw.
Jadi, kita akan jawab : “Saya yakin bahwa makanan tidak boleh yang memberi kenyang, tapi Allah yang memberi kenyang. Saya Makan karena Perintah Allah dan sunnah Nabi Muhammad saw”
- (karena Allah perintahkan untuk makan adan bekerja yang halal “kuluu minathayibati wa’malu shalihaa”(al qur’an)
- dan juga rasulullah makan dan minum dgn penuh adab dan do’a (lihat kitab hadits bab makan ).
Jadi mengenai tawassul dan tabaruk :
Maka jawaban lisan kami dan keyakinan hati kami menjawab :
“Kami yakin bahwa Makhluq (selain Allah) tidak boleh yang memberi manfaat dan mudharat, tapi hanya Allah yang memberi manfaat dan mudharat.
Kami bertwasul dan ber-tabaruk karena Perintah Allah dan sunnah Nabi Muhammad saw”
Dalil-tawasul dan Tabaruk :
Nabi Adam Bertawassul dengan Nabi Muhammad SAW. Sebelum Nabi Muhammad Lahir Umar ra. berkata bahwa baginda Rasulullah SAW berkata : “Tatkala
Nabi Adam a.s. telah berbuat kesalahan (yang dengan sebab itu nabi Adam
a.s. telah dihantar dari sorga ke dunia ini maka baginda a.s.
senantiasa berdoa dan beristighfar sambil menangis-nangis). Sekali
beliau mengangkat kepalanya ke langit dan memohon :“Ya Allah aku memohon (keampunan) kepada Engkau dengan berkat Muhammad SAW “ Maka Allah SWT mewahyukan kepadanya : “Siapakah Muhammad SAW ini, yang engkau memohon keampunan dengan berkatnya? Baginda
a.s menjawab : Ketika Engkau jadikan aku, maka sekali daku melihat ke
‘arsymu dan terpandang tulisan Laa ilaha illallahu
Muhammadurrasuulullahi (Tidak ada tuhan yang berhaq disembah melainkan
Allah - Nabi Muhammad SAW adalah Utusan Allah). Maka aku yakin bahwa
tiada siapa pun yang lebih tinggi darinya disisiMu yang namanya Engkau
letakan bersama Nama Mu”. Lantas
Allah mewahyukan kepada baginda a.s. : ” Wahai Adam, sesungguhnya dia
adalah Nabi Akhir zaman dari keturunanmu. Sekiranya dia tidak ada maka
pasti aku tidak akan menciptakanmu” (Dikeluarkan dari Thabrani dalam Jami’ushaghir dan juga Hakim dan Abu Nu’aim dan Baihaqi keduanya dalam dalam kitab ad-dalail). Keterangan
: Pada masa itu apa dan dengan cara bagaimanakah baginda Adam as
memohon keampunan kepada Allah SWT tentang hal ini didapati berbagai
macam riwayat tetapi tidak ada perselisihan dalam riwayat tersebut. Ibnu
Abbas ra berkata bahwa Nabi Adam as pernah menangis yang jika tangisan
seluruh manusia dikumpulkan maka tidak akan menyamai tangisan Adam as.
Sehingga baginda tidak mengangkat kepalanya ke langit. Didalam sebuah
hadits diterangkan : “Andaikata titisan airmata nabi Adam as ditimbang
dengan titisan airmata seluruh anak cucunya. Maka titisan air mata
beliaulah yang akan memberati.” Maka dalam keadaan yang sedemikian itu
bagaimana baginda bermunajat dan memohon pengampunan itu tidak mungkin
diduga oleh manusia biasa. Oleh itu tentang cara-cara mengenai memohon
keampunan yang diterangkan dalam hadits diatas tidaklah terdapat
kesukaran apapun. Salah satunya adalah memohon keampunan dengan bekat
baginda SAW dan tertulisnya kalimah “laa ilah illallah
Muhammadurrasulullah” di Arsy juga disebutkan dalam hadits yang lain.
Baginda SAW bersabda : Saat aku memasuki syurga (pada malam mi’raj) aku
melihat kedua belah pintu surga tertulis 3 baris kalimat. Kalimat
Pertama : Laa ilaha illallahu Muhammadurrasuulullahi (Tidak ada tuhan yang berhaq disembah melainkan Allah - Nabi Muhammad SAW adalah Utusan Allah) Kalimat
kedua : maa qaddamnaa wajadnaa wamaa akalnaa rabihnaa wamaa khalafnaa
khasarnaa “Apa-apa yang telah kami hantar kemuka (sedekah dsb) telah
diterima. Apa-apa yang telah kami makan (didunia) telanh menguntungkan
kami. Dan apa-apa yang kami tinggalkan (didunia) telah merugikan kami
Kalimat ketiga : “ummatummadznibatun warabbun ghafuurun” “Umat adalah
pendosa dan Tuhan pengampun” (Fadhilat Dzikir, Hadits 2 Jadi
telah jelas bahwa Nabi Adam bertawasul dengan nabi Muhammad SAW sebelum
nabi dilahirkan karena ketinggian derajat Nabi Muhammad SAW dan Nama
Nabi MUhammad Tertulis di ‘Arsy. Jadi saat rasulullah
belum dilahirkan, saat rasulullah hidup maupun saat rasulullah sudah
wafat….maka dibolehkan bertawasul dengan keberkatan Nabi SAW. (karena
ketinggian derajat Nabi Muhammad SAW dan Nama Nabi MUhammad Tertulis di
‘Arsy).
3. Kesesatan tauhid Asma’washifat wahabi adalah mengambil makna dhahir af’al (perbuatan) Allah dalam ayat dan hadits Mutasyabihat. Sehingga mensifati Allah dengan sifat makhluq seperti yang disebutkan dalam kitab-kitab mereka :
Tuhan duduk, Tuhan Di arsy, Tuhan dilangit, Tuhan punya dua tangan,
punya jari-jari, punya dua kaki, tuhan berlari kecil, tuhan berjalan,
tuhan naik turun dsb.
Hujjah Ahlusunnah atas kesesatan ini :
1. wahabi katakan : “Allah punya Tangan tetapi beda dng tangan Makhluk” mereka katakan mereka menerima secara zahir,lalu mereka katakan lagi bahwa yg zahir itu beda dng zahirnya makhluk….
kami bertanya : lalu makna zahir mana yg mereka katakan “menerima secara zahir” ?? I
nilah akidah akal akalan mereka tak ada satu orangpun salaf al shalih yg berakal seperti ini…..
2. yang punya keyakinan keyakinan kalian bahwa Tuhan bersemayam di ‘arsy.
manakah yang berjarak lebih dekat ke ‘arsy : seseorang dalam keadaan berdiri atau sujud? Coba kalian pikirkan, manakah yang berjarak lebih dekat ke ‘arsy :
seseorang
dalam keadaan berdiri atau sujud? Sudah tentu berdiri lebih dekat ke
‘arsy. Jadi apabila kalian berpendapat bahwa Allah bersemayam di ‘arsy,
maka dimanakah hadits yang mengatakan, “Paling dekatnya kedudukan
seorang hamba dengan Tuhannya adalah apabila dia dalam keadaan sujud”.
3. Sebelum Allah ciptakan semua makhluq (zaman azali)….. semua
makhluq tdk ada (langit,arsy,tempat, ruang,arah,cahaya,
atas,bawah….smua makluq tdk ada,karena Allah blm ciptakan…..) pada saat
itu dimana Allah?
dan setelah Allah ciptakan semua makhluq (langit,arsy,arah,tempat dsb), dimana allah?
Ingat : Sifat allah tetap tdk berubah..sifat allah tdk sama dgn makhluq
4 .kenapa kalian solat masih hadap kekiblat, katanya Allah diatas?
ingat Langit Hanyalah kiblat Do’a….bukan tempat bersemayam Allah….
ingat : Allah ada tanpa tempat dan arah
Biar wahabi ga pening jawab…ane kasih kunci jawabannya :
WAHABI TIDAK IMANI SIFAT QIDAM DAN ZAMAN AZALI
Qidam = sudah sedia ada ( adanya tidak didahului oleh tidak adanya)
Dalil : huwal awwalu wal akhiiru Huwa yaitu Allah, al awwalu, Dzat yang awal, wal akhiiru dan Dzat yang akhir
Sifat mustahil / lawan ( muhal ) qidam = huduts ( baru )
SEDANGKAN MAKHLUQ ADALAH BARU…..
DEFINISI MAKHLUQ DAN ZAMAN AZALI :
seperti ini boleh mengelirukan terutamanya orang awam yang kurang
mendalami ilmu. Kegelincirin Dari Landasan Ahlus Sunnah Wal Jamaah.Tidak
pernah disebut di dalam sunnah nabawiyah bahawa tauhid itu terbahagi
kepada uluhiyyah dan rububiyyah. Dan bahawa mereka yang tidak mengerti
tauhid uluhiyyah adalah yang mengetahui tauhid rububiyyah sebagaimana
yang diketahui oleh golongan musyrikin. Perkara ini tidak pernah disebut
langsung oleh mana-mana sahabat, tabi`in mahupun atba` tabi`in
termasuklah Imam Ahmad bin Hanbal sebagai mana yang didakwa oleh Ibnu
Taimiyah. Malah tidak terdapat juga di dalam karya-karya murid-muridnya
yang terkenal, Ibnu Al Jauzi dan Al Hafiz Ibnu Kathir.
Mari kita lihat kesesatan faham rububiyah-uluhiyah wahabi :
1. Orang kafir dianggap beriman dengan tauhid rububiyah
Hujjah Ahlusunnah atas kesesatan tersebut diatas :
AJARAN
SESAT WAHABI PERTAMA. Puak Wahabi melarang orang belajar tentang sifat
20 pada hal ini dianjurkakn oleh Ahlussunnah wal Jamaah. Ini jelas dapat
dilihat di negara Arab Saudi. Mereka menciptakan suatu pengajian tauhid
secara baru yang tidak ada sejak dahulu, baik pada zaman nabi SAW atau
pada zaman Sahabat baginda.Pengajian baru itu mereka namakan dengan
“Tauhid Rububiyah dan Tauhid Uluhiyah”. Tauhid ini ada 2 jenis, kata
mereka iaitu:
1.
Tauhid Rububiyah iaitu tauhidnya orang kafir dan tauhidnya orang
musyrik yang menyembah berhala, atau dengan kata lainnya “Tauhid” orang
yang syirik.2. Tauhid Uluhiyah iaitu tauhidnya orang Mukmin, tauhidnya
orang Islam serupa iman dan Islamnya puak Wahabi. Mereka mengatakan
bahawa dalam Al Quran disebut begini: ” Katakanlah (Wahai Muhammad):
Kepunyaan siapakan langit dan bumi dan semua isinya kalau kamu
mengetahui? Mereka akan menjawab: Kepunyaan Allah. Katakanlah kepada
mereka: Mengapa kamu tidak mengambil perhatian?” ( Al Mukminun:84-85)
Dengan
ayat ini kaum Wahabi mengatakan bahawa orang kafir pun percaya kepada
adanya Tuhan tetapi imannya tidak sah kerana menyembah berhala disamping
pengakuannya kepada adanya Tuhan iaitu Allah. Dalil lain yang mereka
ajukan adalah: “Dan kalau engkau bertanya kepada mereka siapakah yang
menciptakan langit dan bumi dan menjadikan matahari dan bulan, mereka
akan menjawab: Allah. Maka: Bagaimana kamu berpaling daripada
kebenaran?” (Al Ankabut:61)
Jadi
kesimpulannya, orang Wahabi, orang kafir mengakui adanya Allah tetapi
mereka menyembah selain Allah. Jadi, kata mereka, ada orang yang
mengakui adanya Tuhan tetapi menyembah selain Tuhan adalah bertauhid
Rububiyah iaitu Tauhidnya orang yang mempersekutukan Allah. Adapun
Tauhid Uluhiyah ialah tauhid yang sebenar-benarnya iaitu mengesakan
Tuhan sehingga tidak ada yang disembah selain Allah. Demikian pengajian
Wahabi.Pengajian seperti ini tidak pernah ada sejak dahulu. hairan kita
melihat falsafahnya. Orang kafir yang mempersekutukan Tuhan digelar kaum
Tauhid. Adakah Sahabat-sahabat Nabi menamakan orang musyrik
sebagai ummat Tauhid? Tidak! Syirik dan Tauhid tidak mungkin bersatu.
Hal ini adalah 2 perkara yang berlawanan bagai siang dengan malam.
Mungkinkah bersatu siang dengan malam serentak?Begitulah juga tidak
adanya syirik dan tauhid bersatu dalam diri seseorang. Sama ada dia
Tauhid atau Musyrik. Tidak ada kedua-duanya sekali. Jelas ini adalah
ajaran sesat dan bidaah yang dipelopori oleh puak Wahabi & kini
telah merebak ke dalam pengajian Islam teruatamnya di Timur Tengah. Kaum
Wahabi yang sesat ini menciptakan pengajian baru dengan maksud untuk
menggolongkan manusia yang datang menziarahi makam Nabi di Madinah,
bertawasul dan amalan Ahlussunnah wal Jamaah yang lain sebagai orang
“kafir” yang bertauhid Rububiyah dan yang mengikuti mereka sahaja adalah
tergolong dalam Tauhid Uluhiyah. (email dari Sayyid Imran Assegraaf).
**************************************************************************************************************
wahai
wahabi itu adalah “perkataan orang-orang kafir” yang mana perkataan
mereka tidak sama seperti keyakinan didalam hati mereka dan perbuatan
mereka.Dan mereka sama sekali tidak termasuk kategori “ iman“ dari segi
manapun. Lihat definisi iman menurut ahlusunnah :
“iman
adalah menyakini Allah dalam hati yang diucapkan dengan lisan dan
diamalkan dengan perbuatan (kitab sulam taufiq)”. Maka penafsiran
ahlusunnah dalam ayat ini :
Kalau
kamu bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan mereka? Mereka
akan menjawab Allah.” “Dan kalau kamu bertanya kepada mereka siapakah
yang menciptakan langit dan bumi dan yang menundukkan matahari dan
bulan? Mereka akan mengatakan Allah.” (QS. Al Ankabut: 61) “Dan kalau
kamu bertanya kepada mereka siapakah yang menurunkan air dari langit
lalu menghidupkan bumi setelah matinya? Mereka akan menjawab Allah.”
(QS. Al Ankabut: 63)
Mereka (orang-orang kafir dalam ayat diatas) tidak digolongkan dalam “beriman”karena ini adalah hanya sekedar “ucapan” tapi
tidak ada keyakinan dalam hati dan tidak diamalkan dalam perbuatan.
Ahlusunnah menyimpulkan “orang yang menyakini tauhid dan bisa menjawab
pertanyaan munkar-nakir dalam kubur saja yang digolongkan telah “beriman”.
Ketahuilah wahai wahabi! Jika manusia mati dan dimasukan kedalam kubur maka akan ditanya oleh malaikat tiga perkara :
- Man rabbuka ? (Siapa Tuhan (Rabb) kamu?
Maka mukminin (orang2 yang beriman) akan menjawab : Allahu Rabbii (Allah adalah rabb (tuhan) kami!
Kenapa Allah tidak bertanya siapa ilah kamu ? (uluhiyah versi wahabi)
karena
tauhid itu adalah iman yang tidak bisa dibedakan /atau dipisah2kan
(rububiyah dan Uluhiyah)!, Seseorang yang beriman pada rubbubiyah pasti
juga beriman pada uluhiyah!.
Sedangkan aqidah sesat wahabi ini mengatakan : orang ini (orang kafir) beriman pada rububiyah tapi tidak beriman pada uluhiyah!
sungguh kesesatan tauhid yang nyata!
2.
Dalam menjelaskan makna Tauhid, Wahabi menafsirkan kalimat “laa ilaha
illallah ” tanpa menyertakan penafsiran kalimat “Muhammadarrasulullah”
Sehingga
akan mengkafirkan orang2 yang mukmin (yaqinnya hanya pada Allah) tapi
ia “bertawasul dengan nabi”, “bertabaruk dengan benda-benda peninggalan
nabi” dsb. (padahal tawasul dan tabaruk adalah sunah Para Nabi).
Hujjah ahlusunnah Dalam Perkara ini :
Dalam
penafsiran makna aqidah islam tidak boleh memisahkan antara kalimat
iman “laa ilaha illallah ” Dengan Kalimat Amal ““Muhammadarrasulullah”.
Maka
kenapa ahlusunnah dan nabi adam, nabi yusuf, shahabat nabi dan
shalafushalih bertawsul dan tabaruk ?Maka jawaban lisan kami dan
keyakinan hati kami menjawab :
“Kami
yakin bahwa Makhluq (selain Allah) tidak boleh yang memberi manfaat dan
mudharat, tapi hanya Allah yang memberi manfaat dan mudharat.
Kami bertwasul dan ber-tabaruk karena Perintah Allah dan sunnah Nabi Muhammad saw”
Untuk masalah ini kami jelaskan makna kalimat tauhid “Laa ilaha illallah - Muhammadarrasulullah” :
a) Maksud Kalimat iman “laa ilaha illallah “
Ketahuilah! Bahwa kalimat “laa ilaha illallah ” adalah kalimat”iman (dalam kenyakinan/i’tiqad dalam hati”
Makna
” Menyakini bahwa makhluq (selain Allah) tidak punya kuasa apapun!,
Hanya Allah yang punya kuasa (Hanya Allah yg dapat memberi manfaat dan
mudharat, Allah yang menciptakan, memelihara, memberi rizqi,
menghilangkan sakit, menurunkan hujan dsb.)”
Seperti : Makan tidak boleh memberi kenyang, tapi Allah yang memberi kenyang!
Minum tidak boleh menghilangkan haus, tapi Allah yang menghilangkan Haus!
inilah
maksud kalimat ini, sedangkan kenapa kita makan, minum dsb? Akan
dijelaskan dengan kalimat tauhid yang kedua “Muhammadarrasulullah”
b). Maksud kalimat amal “Muhammadarrasulullah”
Maka
Kalimat iman “laa ilaha illallah ” dalam iqrar al’ubudiyah (janji
penghambaan kita pada Allah /syahadat ) tidak boleh dipisahkan dengan
Kalimat amal yaitu “Muhammadarrasulullah”.
Maksudnya : Segala perbuatan yang akan membawa kejayaan didunia dan ahirat adalah hanya dengan mengikut sunah nabi Muhammad saw.
Jadi, kita akan jawab : “Saya yakin bahwa makanan tidak boleh yang memberi kenyang, tapi Allah yang memberi kenyang. Saya Makan karena Perintah Allah dan sunnah Nabi Muhammad saw”
- (karena Allah perintahkan untuk makan adan bekerja yang halal “kuluu minathayibati wa’malu shalihaa”(al qur’an)
- dan juga rasulullah makan dan minum dgn penuh adab dan do’a (lihat kitab hadits bab makan ).
Jadi mengenai tawassul dan tabaruk :
Maka jawaban lisan kami dan keyakinan hati kami menjawab :
“Kami yakin bahwa Makhluq (selain Allah) tidak boleh yang memberi manfaat dan mudharat, tapi hanya Allah yang memberi manfaat dan mudharat.
Kami bertwasul dan ber-tabaruk karena Perintah Allah dan sunnah Nabi Muhammad saw”
Dalil-tawasul dan Tabaruk :
Nabi Adam Bertawassul dengan Nabi Muhammad SAW. Sebelum Nabi Muhammad Lahir Umar ra. berkata bahwa baginda Rasulullah SAW berkata : “Tatkala
Nabi Adam a.s. telah berbuat kesalahan (yang dengan sebab itu nabi Adam
a.s. telah dihantar dari sorga ke dunia ini maka baginda a.s.
senantiasa berdoa dan beristighfar sambil menangis-nangis). Sekali
beliau mengangkat kepalanya ke langit dan memohon :“Ya Allah aku memohon (keampunan) kepada Engkau dengan berkat Muhammad SAW “ Maka Allah SWT mewahyukan kepadanya : “Siapakah Muhammad SAW ini, yang engkau memohon keampunan dengan berkatnya? Baginda
a.s menjawab : Ketika Engkau jadikan aku, maka sekali daku melihat ke
‘arsymu dan terpandang tulisan Laa ilaha illallahu
Muhammadurrasuulullahi (Tidak ada tuhan yang berhaq disembah melainkan
Allah - Nabi Muhammad SAW adalah Utusan Allah). Maka aku yakin bahwa
tiada siapa pun yang lebih tinggi darinya disisiMu yang namanya Engkau
letakan bersama Nama Mu”. Lantas
Allah mewahyukan kepada baginda a.s. : ” Wahai Adam, sesungguhnya dia
adalah Nabi Akhir zaman dari keturunanmu. Sekiranya dia tidak ada maka
pasti aku tidak akan menciptakanmu” (Dikeluarkan dari Thabrani dalam Jami’ushaghir dan juga Hakim dan Abu Nu’aim dan Baihaqi keduanya dalam dalam kitab ad-dalail). Keterangan
: Pada masa itu apa dan dengan cara bagaimanakah baginda Adam as
memohon keampunan kepada Allah SWT tentang hal ini didapati berbagai
macam riwayat tetapi tidak ada perselisihan dalam riwayat tersebut. Ibnu
Abbas ra berkata bahwa Nabi Adam as pernah menangis yang jika tangisan
seluruh manusia dikumpulkan maka tidak akan menyamai tangisan Adam as.
Sehingga baginda tidak mengangkat kepalanya ke langit. Didalam sebuah
hadits diterangkan : “Andaikata titisan airmata nabi Adam as ditimbang
dengan titisan airmata seluruh anak cucunya. Maka titisan air mata
beliaulah yang akan memberati.” Maka dalam keadaan yang sedemikian itu
bagaimana baginda bermunajat dan memohon pengampunan itu tidak mungkin
diduga oleh manusia biasa. Oleh itu tentang cara-cara mengenai memohon
keampunan yang diterangkan dalam hadits diatas tidaklah terdapat
kesukaran apapun. Salah satunya adalah memohon keampunan dengan bekat
baginda SAW dan tertulisnya kalimah “laa ilah illallah
Muhammadurrasulullah” di Arsy juga disebutkan dalam hadits yang lain.
Baginda SAW bersabda : Saat aku memasuki syurga (pada malam mi’raj) aku
melihat kedua belah pintu surga tertulis 3 baris kalimat. Kalimat
Pertama : Laa ilaha illallahu Muhammadurrasuulullahi (Tidak ada tuhan yang berhaq disembah melainkan Allah - Nabi Muhammad SAW adalah Utusan Allah) Kalimat
kedua : maa qaddamnaa wajadnaa wamaa akalnaa rabihnaa wamaa khalafnaa
khasarnaa “Apa-apa yang telah kami hantar kemuka (sedekah dsb) telah
diterima. Apa-apa yang telah kami makan (didunia) telanh menguntungkan
kami. Dan apa-apa yang kami tinggalkan (didunia) telah merugikan kami
Kalimat ketiga : “ummatummadznibatun warabbun ghafuurun” “Umat adalah
pendosa dan Tuhan pengampun” (Fadhilat Dzikir, Hadits 2 Jadi
telah jelas bahwa Nabi Adam bertawasul dengan nabi Muhammad SAW sebelum
nabi dilahirkan karena ketinggian derajat Nabi Muhammad SAW dan Nama
Nabi MUhammad Tertulis di ‘Arsy. Jadi saat rasulullah
belum dilahirkan, saat rasulullah hidup maupun saat rasulullah sudah
wafat….maka dibolehkan bertawasul dengan keberkatan Nabi SAW. (karena
ketinggian derajat Nabi Muhammad SAW dan Nama Nabi MUhammad Tertulis di
‘Arsy).
3. Kesesatan tauhid Asma’washifat wahabi adalah mengambil makna dhahir af’al (perbuatan) Allah dalam ayat dan hadits Mutasyabihat. Sehingga mensifati Allah dengan sifat makhluq seperti yang disebutkan dalam kitab-kitab mereka :
Tuhan duduk, Tuhan Di arsy, Tuhan dilangit, Tuhan punya dua tangan,
punya jari-jari, punya dua kaki, tuhan berlari kecil, tuhan berjalan,
tuhan naik turun dsb.
Hujjah Ahlusunnah atas kesesatan ini :
1. wahabi katakan : “Allah punya Tangan tetapi beda dng tangan Makhluk” mereka katakan mereka menerima secara zahir,lalu mereka katakan lagi bahwa yg zahir itu beda dng zahirnya makhluk….
kami bertanya : lalu makna zahir mana yg mereka katakan “menerima secara zahir” ?? I
nilah akidah akal akalan mereka tak ada satu orangpun salaf al shalih yg berakal seperti ini…..
2. yang punya keyakinan keyakinan kalian bahwa Tuhan bersemayam di ‘arsy.
manakah yang berjarak lebih dekat ke ‘arsy : seseorang dalam keadaan berdiri atau sujud? Coba kalian pikirkan, manakah yang berjarak lebih dekat ke ‘arsy :
seseorang
dalam keadaan berdiri atau sujud? Sudah tentu berdiri lebih dekat ke
‘arsy. Jadi apabila kalian berpendapat bahwa Allah bersemayam di ‘arsy,
maka dimanakah hadits yang mengatakan, “Paling dekatnya kedudukan
seorang hamba dengan Tuhannya adalah apabila dia dalam keadaan sujud”.
3. Sebelum Allah ciptakan semua makhluq (zaman azali)….. semua
makhluq tdk ada (langit,arsy,tempat, ruang,arah,cahaya,
atas,bawah….smua makluq tdk ada,karena Allah blm ciptakan…..) pada saat
itu dimana Allah?
dan setelah Allah ciptakan semua makhluq (langit,arsy,arah,tempat dsb), dimana allah?
Ingat : Sifat allah tetap tdk berubah..sifat allah tdk sama dgn makhluq
4 .kenapa kalian solat masih hadap kekiblat, katanya Allah diatas?
ingat Langit Hanyalah kiblat Do’a….bukan tempat bersemayam Allah….
ingat : Allah ada tanpa tempat dan arah
Biar wahabi ga pening jawab…ane kasih kunci jawabannya :
WAHABI TIDAK IMANI SIFAT QIDAM DAN ZAMAN AZALI
Qidam = sudah sedia ada ( adanya tidak didahului oleh tidak adanya)
Dalil : huwal awwalu wal akhiiru Huwa yaitu Allah, al awwalu, Dzat yang awal, wal akhiiru dan Dzat yang akhir
Sifat mustahil / lawan ( muhal ) qidam = huduts ( baru )
SEDANGKAN MAKHLUQ ADALAH BARU…..
DEFINISI MAKHLUQ DAN ZAMAN AZALI :