FORUM PEMUDA PECINTA RASULULLAH

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

Pecinta Sunnah, Ahlussunah Wal Jama'ah


    Wajibkah Bermazhab??

    Abidin
    Abidin


    Jumlah posting : 12
    Join date : 11.06.11

    Wajibkah Bermazhab?? Empty Wajibkah Bermazhab??

    Post by Abidin Mon 14 Nov 2011, 18:52

    http://www.majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=5&func=view&id=11250&catid=8&lang=en

    Penjelasan Habib Munzir Al-MusawaSaudaraku yg kumuliakan,mengenai keberadaan negara kita di indonesia
    ini adalah bermadzhabkan syafii, demikian guru guru kita dan guru guru
    mereka, sanad guru mereka jelas hingga Imam syafii, dan sanad mereka
    muttashil hingga Imam Bukhari, bahkan hingga Rasul saw, bukan orang
    orang masa kini yg mengambil ilmu dari buku terjemahan lalu berfatwa
    untuk memilih madzhab semaunya, anda benar, bahwa kita mesti
    menyesuaikan dengan keadaan, bila kita di makkah misalnya, maka madzhab
    disana kebanyakan hanafi, dan di Madinah madzhab kebanyakannya adalah
    Maliki, selayaknya kita mengikuti madzhab setempat, agar tak menjadi
    fitnah dan dianggap lain sendiri, beda dengan sebagian muslimin masa
    kini yg gemar mencari yg aneh dan beda, tak mau ikut jamaah dan
    cenderung memisahkan diri agar dianggap lebih alim dari yg lain,hal ini
    adalah dari ketidak fahaman melihat situasi suatu tempat dan kondisi
    masyarakat.

    memang tak ada perintah wajib bermadzhab secara shariih, namun
    bermadzhab wajib hukumnya, karena kaidah syariah adalah Maa Yatimmul
    waajib illa bihi fahuwa wajib.yaitu apa apa yg mesti ada sebagai
    perantara untuk mencapai hal yg wajib, menjadi wajib hukumnya.

    misalnya kita membeli air, apa hukumnya?, tentunya mubah saja, namun
    bila kita akan shalat fardhu tapi air tidak ada, dan yg ada hanyalah air
    yg harus beli, dan kita punya uang, maka apa hukumnya membeli air?,
    dari mubah berubah menjadi wajib tentunya. karena perlu untuk shalat yg
    wajib.

    demikian pula dalam syariah ini, tak wajib mengikuti madzhab, namun
    karena kita tak mengetahui samudra syariah seluruh madzhab, dan kita
    hidup 14 abad setelah wafatnya Rasul saw, maka kita tak mengenal hukum
    ibadah kecuali menelusuri fatwa yg ada di imam imam muhaddits terdahulu,
    maka bermadzhab menjadi wajib,karena kita tak bisa beribadah hal hal yg
    fardhu / wajib kecuali dengan
    mengikuti salah satu madzhab itu, maka bermadzhab menjadi wajib hukumnya.

    dan berpindah pindah madzhab tentunya boleh boleh saja bila sesuai
    situasinya, ia pindah ke wilayah malikiyyun maka tak sepantasnya ia
    berkeras kepala dg madzhab syafii nya,demikian pula bila ia berada di
    indonesia, wilayah madzhab syafiiyyun, tak sepantasnya ia berkeras
    kepala mencari madzhab lain.kita tak bisa beribadah hal hal yg fardhu /
    wajib kecuali dengan mengikuti salah satu madzhab itu, maka bermadzhab
    menjadi wajib hukumnya.

    Sebagaiman suatu contoh kejadian ketika zeyd dan amir sedang
    berwudhu, lalu keduanya kepasar, dan masing masing membeli sesuatu di
    pasar seraya keduanya menyentuh wanita, lalu keduanya akan shalat, maka
    zeyd berwudhu dan amir tak berwudhu,ketika zeyd bertanya pada amir,
    mengapa kau tak berwudhu?, bukankah kau bersentuhan dengan wanita?,maka
    amir berkata : “aku bermadzhabkan Maliki dan madzhab Maliki tak batal
    wudhu bila bersentuhan dengan wanita”,maka zeyd berkata : “wudhu mu itu
    tak sah dalam madzhab malik dan tak sah pula dalam madzhab syafii!,
    karena madzhab maliki mengajarkan wudhu harus menggosok anggota wudhu,
    tak cukup hanya mengusap, namun kau tadi berwudhu dengan madzhab syafii,
    yaitu mengusap,dan lalu dalam masalah bersentuhan kau ingin mengambil
    madzhab maliki, maka bersuci mu kini tak sah secara maliki dan telah
    batal pula dalam madzhab syafii..”.

    Demikian contoh kecil dari kesalahan orang yg mengatakan bermadzhab
    tidak wajib.mengenai ucapan para Imam Imam itu adalah untuk kalangan
    para mujtahid, mereka yg sudah melewati derajat Al Hafidh, yaitu pakar
    hadits, yaitu yg telah hafal 100.000 hadits berikut sanad dan hukum
    matannya, maka selayaknya jangan sembarang mengekor saja, tapi lihat
    dulu sumber sumbernya yg benar, karena ia ahli dalam hadits, maksudnya
    adalah barangkali ada hal yg perlu dibenahi dari
    imam imam itu maka benahilah..

    sebagaimana Imam Bukhari, ia hafal 600.000 hadits berikut sanad dan
    hukum matannya saat usianya belum mencapai 20 tahun, orang seperti ini
    mesti terjun untuk meneliti hadits, jangan ikut ikutan fatwa para Imam
    Imam lainnya karena ia mengerti tentang hukum hadits.beda dengan salafy
    konyol masa kini, mereka tak hafal satupun hadits disertai sanad dan
    hukum matannya, karena satu hadits pendek saja kalau disertai sanad dan
    hukum matannya bisa jadi dua halaman panjangnya, dan mereka wahabi itu
    tak hafal satupun hadits berikut sanad dan hukum matannya, mereka cuma
    nukil dari buku buku yg ada.

    Imam Ahmad bin Hanbal hafal 1.000.000 (satu juta) hadits berikut
    sanad dan hukum matannya, dan ia adalah murid Imam Syafii.anda bisa
    bayangkan Jika Imam Ahmad hafal 1 juta hadits namun ia hanya sempat
    menulis sekityar 20 ribu hadits saja, maka sekitar 980.000 hadits yg ada
    padanya sirna ditelan zaman, Imam Bukhari hanya mampu menulis sekitar
    7.000 hadits saja, lalu sekitar
    593.000 hadits lainnya sirna ditelan zaman, maka yg tersisa adalah fatwa
    fatwa mereka pada murid murid mereka, lalu kita akan ikut siapa?akankah
    kita berpegang pada buku hadits yg ada di masa kini yg tidak mencapai
    1% dari hadits yg ada dimasa lalu?, atau berpegang pada fatwa fatwa
    murid murid
    para imam itu yg telah lengkap menjawab seluruh cabang masalah..?

    kita harus mengikuti siapa?tentunya kita mengikuti para Imam itu
    karena tahu betul merekalah ahli hadits, kita tak tahu ratusan atau
    jutaan hadits itu karena sudah tidak ada.kalau kita bandingkan maka
    pendapat para wahabi itu mereka ingin membuat madzhab baru dengan
    patokan 1% hadits yg ada, dan menjatuhkan fatwa para imam imam tsb?

    albani tidak sampai ke derajat Alhafidh (hafal 100.000 hadits dengan
    sanad dan hukum matannya), ia hanya menukil nukil, dan ia sendiri tak
    punya sanad hadits, ia hanya baca dari sisa sisa hadits yg ada lalu
    berfatwa menentang para Imam Ahlussunnah waljamaah.

    dibawah Imam Syafii ada ribuan AL Hafidh yg menelusuri fatwa Imam
    Syafii dan setuju, dibawah Imam Ahmad bin Hanbal dan para imam imam
    lainnya pun demikian..inilah hebatnya Imam Imam Ahlussunnah waljamaah,
    semua berasal dari satu rumpun, Imam Ahmad bin Hanbal adalah murid Imam
    Syafii, dan Imam Syafii adalah murid Imam Malik, dan Imam Malik adalah
    sezaman dengan Imam Hanafi, keduanya belajar dari Tabiin dan sahabat
    Rasul saw, dan para sahabat berguru pada
    Rasulullah saw.demikian ribuan para Hafidhul Hadits dari generasi ke generasi hingga kini
    dalam satu rumpun besar ahlussunnah waljamaah.muncullah sempalan pada
    akhir zaman ini yg menentang mereka, dan memisahkan diri dari Rumpun
    besar Ahlussunnah waljamaah dari 4 madzhab besar ini, dan Rasul saw
    bersabda : “Barangsiapa yg memisahkan diri dari Jamaah Muslimin
    sejengkal saja, lalu ia wafat maka ia mati dalam kematian jahiliyyah” (Shahih Bukhari)

    demikian saudaraku yg kumuliakan.,

    wallahu a’lam

      Waktu sekarang Thu 02 May 2024, 21:55