FORUM PEMUDA PECINTA RASULULLAH

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

Pecinta Sunnah, Ahlussunah Wal Jama'ah


    MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB, RAJA PENGKAFIRAN KAUM MUSLIMIN - PENGIKUTNYA PUN HOBI MENGKAFIRKAN

    Abidin
    Abidin


    Jumlah posting : 12
    Join date : 11.06.11

    MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB, RAJA PENGKAFIRAN KAUM MUSLIMIN - PENGIKUTNYA PUN HOBI MENGKAFIRKAN Empty MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB, RAJA PENGKAFIRAN KAUM MUSLIMIN - PENGIKUTNYA PUN HOBI MENGKAFIRKAN

    Post by Abidin Mon 14 Nov 2011, 13:42

    Ini bukan suatu fitnah tetapi suatu pembongkaran ilmiah bertujuan menjaga kesucian Islam dan umatnya daripada ajaran sesat yang mengkafirkan dan menghalalkan darah umat islam untuk dibunuh.

    Awas ! Anda juga mungkin dikafirkan oleh Wahhabi !.

    Ajaran Wahhabi diasaskan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab 1206H yang mendorong pengikutnya mengkafirkan umat islam dan menghalalkan darah mereka.

    Sudah pasti manusia yang lebih mengenali perihal Muhammad bin Abdul Wahhab adalah saudara kandungnya dan bapanya sendiri. Saudara kandungnya Syeikh Sulaiman bin Abdul Wahhab sering memberi peringatan kepada umat islam dizamannya agar tidak mengikut ajaran baru Muhammad bin Abdul Wahhab kerana ajaran itu menghina ulama islam serta mengkafirkan umat islam. (Sebagai bukti silakan merujuk 2 kitab karangan Syeikh Sulaiman tersebut: “Fashlul Khitob Fir Roddi ‘Ala Muhammad bin Abdul Wahhab” dan ” Sawaiqul Ilahiyah Fi Roddi ‘Ala Wahhabiyah”).

    Ayahnya juga yaitu Abdul Wahhab turut memarahi anaknya iaitu Muhammad karena enggan mempelajari ilmu islam dan beliau menyatakan kepada para ulama: "Kamu semua akan melihat keburukan yang dibawa oleh Muhammad bin Abdul Wahhab ini". ( Sebagai bukti silakan merujuk kitab “As-Suhubul Wabilah ‘Ala Dhoroihil Hanabilah” cetakan Maktabah Imam Ahmad hal. 275).

    Demikianlah saudara kandungnya sendiri mengingatkan umat islam agar berwaspada dengan ajaran TAKFIR yang dibawa oleh Muhammad bin Abdul Wahhab.

    Fakta Para Mufti Perihal Wahhabi.

    - Mufti Mazhab Hambali Muhammad bin Abdullah bin Hamid An-Najdy 1225 H menyatakan dalam kitabnya "As-Suhubul Wabilah ‘Ala Dhoroihil Hanabilah” hal. 276 : "Apabila ulama menjelaskan hujah kepada Muhammad bin Abdullah Wahhab dan dia tidak mampu menjawabnya serta tidak mampu membunuhnya maka dia akan menghantar seseorang untuk membunuh ulama tersebut karena dianggap barangsiapa yang tidak sependapat dengannya adalah kafir dan halal darahnya untuk dibunuh”.

    - Mufti Mazhab Syafi’e Ahmad bin Zaini Dahlan 1304 H yang merupakan tokoh ulama Mekah pada zaman Sultan Abdul Hamid menyatakan dalam kitabnya "Ad-Durarus Saniyyah Fir Roddi ‘Alal Wahhabiyah hal. 42: " Wahhabiyah merupakan golongan pertama yang mengkafirkan umat islam 600 tahun sebelum mereka dan Muhammad bin Abdul Wahhab berkata: Aku membawa kepada kamu semua agama yang baru dan manusia selain pengikutku adalah kafir musyrik".

    Sejarah membuktikan Wahhabi telah membunuh keturunan Rasulullah serta menyembelih kanak-kanak kecil di pangkuan ibunya ketika mereka mula-mula memasuki Kota Taif. (Sila rujuk Kitab Umaro’ Al-bilaadul Haram hal. 297 – 298 cetakan Ad-Dar Al-Muttahidah Lin-Nasyr).

    Wahhabi Menghukum Sesat Dan Membid’ahkan Para Ulama’ Islam.

    Wahhabi bukan saja mengkafirkan umat Islam dan menghalalkan darah mereka tetapi Wahhabi turut membid’ahkan dan menghukum akidah ulama’ Islam sebagai terkeluar daripada Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Demikian kenyataan Wahhabi :

    1- Pendapat Wahhabi Akidah Imam Nawawi Dan Ibnu Hajar Al-Asqolany Bukan Ahlus Sunnah Wal Jamaah.

    Tokoh terkemuka ajaran Wahhabi iaitu Muhammad bin Soleh Al-Utsaiimin menyatakan apabila ditanya mengenai Syeikh Imam Nawawi (Pengarang kitab Syarah Sohih Muslim) dan Amirul Mu’minien Fil Hadith Syeikh Imam Ibnu Hajar Al-Asqolany (Pengarang Fathul Bari Syarah Sohih Bukhari) lantas dia menjawab: "Mengenai pegangan Nawawi dan Ibnu Hajar dalam Asma’ Was Sifat (iaitu akidah) mereka berdua bukan dikalangan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah”. Rujuk kitabnya Liqa’ Al-Babil Maftuh hal. 42-43 soal-jawab ke 373 cetakan Darul Watan Lin-Nasyr.

    2- Wahhabi Menghukum Al-asy'ariyah Sebagai Sesat Dan Kafir.

    Tokoh Wahhabi Abdur Rahman bin Hasan Aal-As-Syeikh mengkafirkan golongan Al-Asya’iroh yang merupakan pegangan umat islam di Indonesia dan di negara-negara lain. Rujuk kitabnya Fathul Majid Syarh Kitab Al-Tauhid hal. 353 cetakan Maktabah Darus Salam Riyadh.

    Satu lagi tokoh Wahhabi iaitu Soleh bin Fauzan Al-Fauzan turut menghukum golongan Al-Asya’iroh sebagai sesat akidah dan bukan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Rujuk kitabnya Min Masyahir Al-Mujaddidin Fil Islam hal. 32 cetakan Riasah ‘Ammah Lil Ifta’ Riyadh.

    3- Wahhabi Mengkafirkan Umat Islam Yang Mengikut Madzhab. Dan Mengkafirkan Saidatuna Hawa (Siti Hawa)

    Wahhabi bukan saja menghukum sesat terhadap ulama’ Islam bahkan umat islam yang mengikut madzhab pun turut dikafirkan dan dihukum sebagai musyrik dengan kenyataannya :” Taqlid kepada mazhab adalah syirik “. Dan Wahhabi ini berani juga mengkafirkan Ibu bani Adam yaitu Saidatuna Hawa dengan kenyataannya: "Sesungguhnya syirik itu berlaku kepada Hawa “.

    Tokoh Wahhabi tersebut adalah Muhammad Al-Qanuji yang hampir satu zaman dengan Muhammad bin Abdul Wahhab. Lihat faktanya dalam kitabnya Ad-Din Al-Kholis juz 1 hal. 140 dan 160 cetakan Darul Kutub Ilmiah.

    Saudaraku dalam Islam . Waspadalah dengan ajaran TAKFIR ini (mengkafirkan umat islam) yang dipelopori oleh golongan Wahhabi. dan wahai engkau wahabi dan pengikut wahabi, bertaubatlah kepada Allah .. !

    Dalam kitab "Ar-Rasa’il as-Syakhsyiah li al-Imam as-Syeikh Muhammad Abdul Wahhab” dalam surat ke 11 halaman 75 disebutkan bahwa; “Fatwaku adalah menyatakan bahwa Syamsaan beserta anak-anak mereka dan siapapun yang menyerupai mereka. Aku menamai mereka dengan Thaghut (sesembahan selain Allah)…”. dan yang lebih dahsyat lagi adalah apa yang dnyatakannya dalam kitab yang sama (Ar-Rasa’il as-Syakhsyiah li al-Imam as-Syeikh Muhammad Abdul Wahhab) dalam surat ke 34 halaman 232 dimana Ibn Wahhab menuliskan: “…kami telah menyatakan kafir terhadap thoghut-thaghut para penghuni al-Kharj dan selainnya”. Dan kita tahu bahwa, al-Kharj adalah nama satu daerah yang berjarak kurang lebih delapan puluh kilo meter dari kota Riyadh. Daerah al-Kharj terdiri dari beberapa desa dengan banyak penduduk. Hal itu sebagaimana yang telah tercantum dalam kitab “al-Mu’jam al-Jughrafi lil Bilad al-Arabiyah as-Saudiyah” jilid 1/392 atau kitab “Mu’jam al-Yamamah” jilid 1/372. Jelas sekali bahwa betapa Muhammad bin Abdul Wahhab tanpa ragu lagi menyatakan kaum Muslimin yang tidak menerima ajaran sektenya dengan vonis “kafir”,

    Bukan hanya pengkafiran yang dilakukan Muhammad bin Abdul Wahhab, cacian, makian dan hinaan pun terlontar dari otak dan hatinya yang kotor yang ditujukan untuk para tokoh dan pembesar Ahlusunah, yang tidak setuju dengan ajarannya. Dalam kitab “Ar-Rasa’il as-Syakhsyiah li al-Imam as-Syeikh Muhammad Abdul Wahhab” surat ke 34 halaman 232 dalam mengata-ngatai seorang tokoh yang bernama Syeikh Sulaiman bin Sahim, ia mengatakan: “Akan tetapi sang hewan ternak (bahim, arab) Sulaiman bin Sahim tidak memahami makna ibadah”. Seakan hanya Muhammad bin Abdul Wahhab saja yang memahamai ajaran tauhid dengan benar dan tidak menganggap benar dan menyatakan sesat pemahaman kelompok lain diluar Wahabismenya. Dan dalam kitab “Majmu’ Mu’allafaat al-Imam as-Syeikh Muhammad Abdul Wahhab” jilid1 halaman 90-91 disebutkan bahwa ia (Muhammad bin Abdul Wahhab) mengata-ngatai Syeikh Sulaiman dan menjulukinya dengan julukan “Sapi”, dengan ungkapannya: “Orang ini seperti Sapi yang tidak dapat membedakan antara tanah dan kurma”.

    Padahal "dosa" Syeikh Sulaiman bin Sahim adalah menolak dakwah Muhammad bin Abdul Wahhab yang dianggap sesat dari ajaran dan ijma' Ulama Islam, terkhusus Ahlusunah wal Jamaah. Hal ini yang dinyatakan sendiri oleh Bin Abdul Wahhab dalam lanjutan kitab tersebut dengan ungkapan: “Karena mereka telah berusaha…untuk mengingkari dan berlepas tangan dari agama ini” (Kitab ar-Rasa’il as-Syakhsyiah…5/167). Agama mana yang dimaksud oleh Muhamad bin Abdul Wahhab ? Agama baru yang dibawanya, ataukah agama Islam yang dibawa oleh Muhammad Rasulullah SAW yang –dalam masalah tauhid dan syirik- dipahami dan disepakati oleh semua kelompok Islam, termasuk pemahaman kakaknya yang tergolong ulama mazhab Hambali ?

    Apakah orang seperti Syeikh Sulaiman bin Abdul Wahhab al-Hambali (kakaknya) atau Syeikh al-Allamah Sulaiman bin Muhammad bin Ahmad bin Sahim (wafat tahun 1181 H) yang salah seorang ulama dan tokoh besar di zamannya (sebagaimana yang telah disebutkan dan diakui sendiri oleh seorang Wahhaby kontemporer Abdullah bin Abdurrahman Aali Bassam dalam kitabnya “Ulama’ an-Najd Khilala Sittata Quruun” dalam jilid ke 2 halaman 381 pada Tarjamah nomer 191, cetakan Maktabah an-Nahdhatul Haditsah di Makkah al-Mukarramah, cetakan pertama tahun 1398 H), juga tidak memahamai konsep tauhid dan syirik yang dibawa oleh Islam Muhamad bin Abdullah (Rasulullah) ?

    Apakah layak dia mengata-ngatai seorang ulama besar semacam itu dengan ungkapan-ungkapan kotor yang tidak layak diungkapkan oleh seorang muslim awam sekalipun, apalagi ini yang mengaku sebagai mujaddid (pembaharu) agama Islam? Lantas mana akhlak Rasulullah, akhlak Islam dan akhlak mulia agama Allah ? Jika pengolok-olok semacam ini disebut sebagai “Pembaharu Islam“ maka jangan salahkan jika Islam menjadi obyek olok-olokan musuh-musuhnya. Untuk lebih mengetahui kenapa Syeikh Sulaiman bin Sahim mengingkari dakwah Muhammad bin Abdul Wahhab dan apa saja yang diungkapkan Muhammad bin Abdul Wahhab kepadanya dengan bahasa yang kasar dan menunjukkan kebaduian prilaku Muhammad bin Abdul Wahhab, bisa dilihat dalam buku yang dikarya oleh seorang penulis Wahhaby kontemporer Dr Abdullah al-Utsaimin dalam buku karyanya; “Mauqif Sulaiman bin Sahim min Dakwah as-Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab” dari halaman 91 hingga 113 yang dicetak di Riyadh-Saudi tahun 1404 H.

    Belum lagi kalau kita membaca buku “Al-Fitnatul Wahhabiyah” (Fitnah Wahabisme) karya Syeikhul Islam dan Mufti Besar Mazhab Syafi’i yang berdomisili di kota suci Makkah, Syeikh al-Allamah Ahmad bin Zaini Dahlan (wafat tahun 1304 H dan dimakamkan di Madinah) dimana beliau hidup di masa-masa ekspansi pemaksaan ajaran Wahabisme ke segenap jazirah Arab. Syeikhul Islam Zaini Dahlan menjelaskan bagaimana para pengikut setia Bin Abdul Wahhab (meniru pencetusnya) dalam pengkafiran kaum Muslimin yang bukan hanya sekedar melalui ungkapan dan tulisan, bahkan dengan tindakan yang sewenang-wenang, bahkan pembantaian. Dan ternyata, sayangnya, kebiasaan buruk (sunnah sayyi’ah) itu masih terus dilestarikan oleh para pengikut setia dan orang-orang yang taklid buta terhadap Muhammad bin Abdul Wahhab yang mengatasnamakan diri sebagai Salafy, bahkan mengaku sebagai Ahlusunah wal Jamaah. Jikalau sekte sempalan ini tidak mendapat dukungan dana, kekuatan militer dan perlindungan penuh dari negara kaya minyak seperti Saudi niscaya nasibnya akan sama dengan nasib sekte-sekte sempalan lainnya, binasa.

    Awalnya, sekte ini tidak jauh berbeda dengan sekte seperti al-Qiyadah al-Islamiyah yang baru-baru ini dinyatakan sesat oleh para ulama di Indonesia. Dan ternyata kaum Salafy-pun ikut-ikutan menyesatkan al-Qiyadah al-Islamiyah, padahal mereka mempunyai kendala yang sama, sekte sempalan yang dahulu diangap sesat. “Maling teriak maling”, itulah kata yang layak dinyatakan kepada kaum Wahaby yang mengaku Salafy dan Ahlusunah itu. Wahai kaum Wahaby, sesama sekte sesat dilarang saling mendahului dan saling menyesatkan.

    Sekarang, masihkah pengikut Wahaby (yang berkedok Salafy) menanyakan bahwa Syeikh mereka tidak mengkafirkan kaum Muslimin dan menampik kenyataan yang tidak bisa mereka pungkiri ini ?

    Apa yang kami sebutkan di atas tadi adalah sedikit dari apa yang dapat disebutkan dalam artikel yang sangat terbatas ini. Masih banyak hal yang dapat kita sebutkan untuk membuktikan pengkafiran Wahabisme terhadap kaum muslimin, disamping prilaku mereka yang sebagai bukti konkrit lain dari pengkafiran tersebut. Lihat bagaimana prilaku mereka pada setiap musim haji yang mengobral murah dengan membanting harga kata “Syirik” dan “Bid’ah” bahkan dibagi dengan cuma-cuma pada jamaah haji. Seakan para rohaniawan Wahhaby pada musim haji melakukan “Cuci Gudang” kata bid’ah dan syirik untuk saudara-saudara mereka sesama muslim.

    Jika orang muslim telah dikafirkan dan orang besar (baca: ulama) seperti Syeikh Sulaiman bin Sahim dicaci-maki dan dihina oleh orang seperti Muhammad bin Abdul Wahhab maka jangan heran jika sekarang ini para pengikut setia dan fanatiknya (kaum Wahaby) juga turut mengikuti jejak langkah manusia tak beradab seperti Muhammad bin Abdul Wahhab itu. Ungkapan dan tuduhan jahil (bodoh), munafik, zindik bahkan sebutan anjing atau hewan-hewan lain dari kelompok Wahaby terhadap pengikut Muslim lain merupakan hal biasa yang telah mereka dapati secara turun-temurun

    1. Pengkafiran Penduduk Makkah

    Dalam hal ini Muhamad bin Abdul Wahhab menyatakan: “Sesungguhnya agama yang dianut penduduk Makkah (di zamannya) sebagaimana halnya agama yang karenanya Rasulullah diutus untuk memberi peringatan” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 halaman 86, dan atau pada jilid 9 halaman 291)

    2. Pengkafiran Penduduk Ihsa’

    Berkaitan dengan ini, Muhammad bin Abdul Wahhab menyatakan: “Sesungguhnya penduduk Ihsa’ di zaman (nya) adalah para penyembah berhala (baca: Musyrik)” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 halaman 113)


    3. Pengkafiran Penduduk ‘Anzah.

    Berkaitan dengan ini, Muhammad bin Abdul Wahhab menyatakan: “Mereka telah tidak meyakini hari akhir” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 halaman 113)

    4. Pengkafiran Penduduk Dhufair.

    Penduduk Dhufair merasakan hal yang sama seperti yang dialami oleh penduduk wilayah ‘Anzah, dituduh sebagai “pengingkar hari akhir (kiamat)”. (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 halaman 113)



    5. Pengkafiran Penduduk Uyainah dan Dar’iyah.

    Hal ini sebagaimana yang disebut di atas, para ulama wilayah tersebut terkhusus Ibnu Sahim al-Hambali beserta para pengikutnya telah dicela, dicaci dan dikafirkan. Dikarenakan penduduk dua wilayah itu (Uyainah dan Dar’iyah) bukan hanya tidak mau menerima doktrin ajaran sekte Muhammad bin Abdul Wahhab, bahkan ada usaha mengkritisinya dengan keras. Atas dasar ini maka Muhammad bin Abdul Wahhab tidak segan-segan mengkafirkan semua penduduknya, baik ulama’nya hingga kaum awamnya. (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 8 halaman 57)

    6. Pengkafiran Penduduk Wasym.

    Berkaitan dengan ini, Muhamad bin Abdul Wahhab telah menvonis kafir terhadap semua penduduk Wasym, baik kalangan ulama’nya hingga kaum awamnya. (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 2 halaman 77)


    7. Pengkafiran Penduduk Sudair.

    Berkaitan dengan ini, Muhammad bin Abdul Wahhab telah melakukan hal yang sama sebagaimana yang dialami oleh penduduk wilayah Wasym. (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 2 halaman 77)

    Dari contoh-contoh di atas telah jelas dan tidak mungkin dapat dipungkiri oleh siapapun (baik yang pro maupun yang kontra terhadapa sekte Wahabisme) bahwa Muhammad bin Abdul Wahhab telah mengkafirkan kaum muslimin yang tidak sepaham dengan keyakinan-keyakinanya yang merupakan hasil inovasi (baca: Bid’ah) otaknya. Baik bid’ah tadi berkaitan dengan konsep tauhid sehingga muncul vonis pensyirikan Muhammad bin Abdul Wahhab terhadap kaum muslimin yang tidak sejalan, maupun keyakinan lain (seperti masalah tentang pengutusan Nabi, hari akhir / kiamat dsb) yang menyebabkan munculnya vonis kafir. (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 halaman 43).

    Sebagai penutup artikel kali ini, marilah kita perhatikan ungkapan Muhammad bin Abdul Wahhab pendiri sekte Wahabisme berkaitan dengan kaum muslimin di zamannya secara umum. Muhammad bin Abdul Wahhab menyatakan: “Banyak dari penghuni zaman sekarang ini yang tidak mengenal Tuhan Yang seharusnya disembah melainkan Hubal, Yaghus, Ya’uq, Nasr, al-Laata, al-Uzza dan Manaat. Jika mereka memiliki pemahaman yang benar niscaya akan mengetahui bahwa kedudukan benda-benda yang mereka sembah sekarang ini seperti manusia, pohon, batu dan sebagainya seperti matahari, rembulan, Idris, Abu Hadidah ibarat menyembah berhala ” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 1 halaman 117).

    Pada kesempatan lain ia mengatakan: “Derajat kesyirikan kaum kafir Quraisy tidak jauh berbeda dengan mayoritas masyarakat sekarang ini” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 1 halaman 120).

    Dan pada kesempatan lain dia juga mengatakan: “Sewaktu masalah ini (tauhid dan syrik) telah engkau ketahui niscaya engkau akan mengetahui bahwa mayoritas masyarakat lebih dahsyat kekafiran dan kesyirikannya dari kaum musyrik yang telah diperangi oleh Nabi” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 1 halaman 160).

    Namun, setelah kita menelaah dengan teliti konsep tauhid versi pendiri sekte tersebut (Muhammad bin Abdul Wahhab dalam kitab Tauhid-nya) ternyata banyak sekali kerancuan dan ketidak-jelasan dalam pendefinisan dan pembagian, apalagi dalam penjabarannya. Bagaimana mungkin konsep tauhid rancu semacam itu akan dapat menjadi tolok ukur keislaman bahkan keimanan seseorang, bahkan dijadikan tolok ukur pengkafiran ?.

    Ya, konsep tauhid rancu tersebut ternyata dijadikan tolok ukur oleh Muhammad bin Abdul Wahhab -yang mengaku paling paham konsep tauhid pasca Nabi- sebagai neraca kebenaran, keislaman dan keimanan seseorang sehingga dapat menvonis kafir bahkan musyrik setiap ulama (apalagi orang awam) yang tidak sejalan dengan pemikirannya. Sebagai dalil dari ungkapan tadi, Muhammad bin Abdul Wahhab pernah menyatakan: “Kami tidak mengkafirkan seorangpun melainkan dakwah kebenaran yang sudah kami lakukan telah sampai kepadanya. Dan ia telah menangkap dalil kami sehingga argumen telah sampai kepadanya. Namun jika ia tetap sombong dan menentangnya dan bersikeras tetap meyakini akidahnya sebagaimana sekarang ini kebanyakan dari mereka telah kita perangi, dimana mereka telah bersikeras dalam kesyirikan dan mencegah dari perbuatan wajib, menampakkan (mendemonstrasikan) perbuatan dosa besar dan hal-hal haram…” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 1 halaman 234) Di sini jelas sekali bahwa, Muhammad bin Abdul Wahhab telah menjatuhkan vonis kafir dan syirik di atas kepala kaum muslimin dengan neraca kerancuan konsep Tauhid-Syirik versinya maka ia telah ‘memerangi’ mereka. Bid’ah dan kebiasaan buruk Muhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi semacam ini yang hingga saat ini ditaklidi dan dilestarikan oleh pengikut Wahabisme, tidak terkecuali di Tanah Air.

    Lantas apakah kekafiran dan kesyirikan yang dimaksud oleh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam ungkapan tersebut ? Dengan singkat kita nyatakan bahwa yang ia maksud dari kesyirikan dan kekafiran tadi adalah; “pengingkaran terhadap dakwah Wahabisme”. Dan dengan kata yang lebih terperinci; “Meyakini terhadap hal-hal yang dinyatakan syirik dan kafir oleh Wahabisme seperti Tabarruk, Tawassul, Membaca sholawat2 karya sahabat dan Ulama', Maulid Nabi (dg disamakan Natalan/menyamakan dg kaum Nasrani), Tahlilan (disamakan dg kaum Hindu)…dsb”.

    Padahal, hingga sekarang ini, para pemuka Wahaby –baik di Indonesia maupun di negara asalnya sendiri- masih belum mampu menjawab banyak kritikan terhadap ajaran Wahabisme berkaitan dengan hal-hal tadi.

      Waktu sekarang Thu 02 May 2024, 19:37